Rabu, 20 Januari 2010

Dirikanlah Shalat (1): Muqaddimah

Penulis: Ummul Hasan
Muraja’ah: Ustadz Abu ‘Ukkasyah Aris Munandar

Sudah bukan rahasia lagi bahwa shalat adalah ibadah yang paling utama. Diantaranya adalah bahwa shalat merupakan amalan yang pertama kali akan dihisab di Hari Akhir kelak berkaitan dengan hak Allah atas hamba-Nya. Beberapa keutamaan yang lain telah banyak kita ketahui.

Dengan memohon pertolongan Allah, kita akan berusaha membahas perkara shalat secara lebih terperinci. Rujukan utama yang akan kita gunakan adalah kitab Al-Wajiz fii Fiqhis Sunnah wal Kitaabil ‘Aziiz karya Syaikh ‘Abdul ‘Azhim Ibnu Badawi. Agar kita dapat menyerap ilmu secara bertahap dan memahaminya dengan benar, maka insya Allah pembahasan akan kita bagi menjadi sepuluh seri:

  1. Muqaddimah (meliputi: kedudukan shalat, hukum meninggalkan shalat, siapa yang wajib melaksanakan shalat?)
  2. Waktu-waktu shalat (meliputi: Kapankah waktu shalat tiba? Kapankah seseorang dapat dianggap telah mendapatkan waktu shalat? Kapankah seseorang dianggap telah mendapati waktu shalat?)
  3. Waktu-waktu shalat yang terlarang dan tempat yang tidak boleh dijadikan tempat shalat.
  4. Adzan dan iqamah (meliputi: amalan saat kita mendengar adzan dan iqamah berkumandang), serta syarat sah shalat.
  5. Rukun-rukun shalat.
  6. Hal-hal yang wajib dalam shalat.
  7. Sunnah-sunnah dalam shalat.
  8. Hal-hal yang makruh dilakukan dalam shalat.
  9. Hal-hal yang mubah (boleh) dilakukan dalam shalat.
  10. Hal-hal yang membatalkan shalat.

Semoga antunna sekalian tidak jemu untuk terus mengikuti lanjutan setiap seri pembahasan. Bersabarlah dan jangan mudah patah semangat.

Allahumma anfa’naa bi maa ‘allamtanaa wa ‘allimnaa bi maa yanfa’unaa wa zidnaa ‘ilman (Yaa Allah, berikanlah manfaat atas ilmu yang Engkau ajarkan kepada kami serta ajarkanlah kepada kami ilmu yang bermanfaat, dan mohon tambahkanlah ilmu kepada kami)

Kedudukan Shalat dalam Agama

Saudariku muslimah, kedudukan shalat yang begitu mulia dalam agama Islam tergambar melalui hadits berikut ini :

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ : (بُنِيَ اْلإِسَلاَمِ عَلَى خمَسْ ٍشَهَادَةٍ أَنْ لاَ إلَهَ إِلاَّ اللهُ وَ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ، وَ إِقَامَاةِ الصَّلاَةَ، وَ إِيْتَاءِ الزَّكَاةَ، وَ حَجِّ الْبَيْتِ، وَ صَوْمِ رَمَضَانَ)

Dari ‘Abdullah Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang maknanya):

“Islam dibangun di atas lima perkara, yaitu syahadat (persaksian) bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah dan bahwa Muhammad adalah rasulullah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, berhaji ke Baitullah, serta berpuasa pada bulan Ramadhan.”

Hukum Orang yang Meninggalkan Shalat

Kaum muslimin telah bersepakat bahwa barangsiapa yang tidak menunaikan shalat lima waktu maka dia telah melakukan suatu perbuatan yang dapat mengantarkannya kepada kekafiran.

Terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama tentang hukum orang yang meninggalkan shalat, namun dia tetap meyakini bahwa shalat itu wajib dikerjakan. Perbedaan pendapat tersebut disebabkan oleh hadits-hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menyebutkan bahwa orang yang meninggalkan shalat adalah kafir, tanpa ada pembedaan yang tegas antara orang yang benar-benar mengingkari kewajiban shalat (al-jaahid) dengan orang yang sekedar meremehkan kewajiban shalat (al-mutahaawin). Adapun pendapat yang lebih kuat dalam masalah ini adalah bahwa orang yang meninggalkan pelaksanaan shalat (meskipun dia yakin bahwa sebenarnya shalat itu wajib dikerjakan) maka dia telah kafir. Dalil pendapat ini adalah sebagai berikut:

Dalil dari Al-Qur’an

فَإِنْ تَابُوْا وَأَقَامُوْا الصَّلاَةَ وَآتُوْا الزَّكَاةَ فَإِخْوَانُكُمْ فِي الدِّيْنِ وَنُفَصِّلُ اْلآيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُوْنَ

Artinya: “Jika mereka bertaubat, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, maka (mereka itu) adalah saudara-saudaramu seagama. Dan Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi kaum yang mengetahui.” (Qs. At-Taubah: 11)

Dalil dari Hadits (As-Sunnah)

إِنَّ بَيِنَ الرَّجُلِ وَ بَيْنَ الشِّرْكِ وَ الْكُفْرِ تَركُ الصَّلاَةَ

Artinya: “Sesungguhnya pembatas antara seseorang dengan kesyirikan serta kekufuran adalah meninggalkan shalat.” (diriwayatkan oleh Muslim dalam Kitabul Iman dari sahabat Jabir Ibn ‘Abdillah dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam)

Siapakah yang Wajib Mengerjakan Shalat?

Shalat wajib dikerjakan oleh setiap muslim dan muslimat yang telah baligh dan berakal.

عَنْ عَلِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَالَ : رُفِعَ الْقَلَمُ عَلَى ثَلاَثَةٍ : عَنِ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظَ، وَ عَنِ الصَّبِي حَتَّى يَحْتَلِمَ، وَ عَنِ الْمَجْنُوْنِ حَتَّى يَعْقِلَ

Artinya: “Dari ‘Ali radhiyallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam beliau bersabda (yang maknanya), “Pena diangkat atas tiga golongan: dari orang yang sedang tidur hingga dia bangun, dari anak kecil hingga dia dewasa, dan dari orang gila hingga dia waras (berakal).” (Hadits shahih; Shahih Ibnu Majah (3513), Sunan Abu Daud (12/78/4380))

Untuk membiasakan anak melaksanakan shalat, maka wajib bagi orang tua untuk memerintahkan anaknya yang masih kecil untuk shalat meskipun anak kecil tidak wajib melaksanakan shalat.

عَنْ عَمْرو بْنِ شُعَيْبِ عَنْ أَبِيْهِ عَنْ جَدِّهِ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ : ( مُرُوْا أَوْلاَدَكُمْ بِالصَّلاَةِ وَ هُمْ أَبْنَاءُ سَبْعَ سِنِيْنَ، وَ اضْرِبُوْهُمْ عَلَيْهَا وَ هُمْ أَبْنَاءُ عَشْرَ سِنِيْنَ، وَ فَرِّقُوْا بَيْنَهُمْ فِي الْمَضَاجِعِ )

Artinya: “Dari ‘Amr Bin Syu’aib dari bapaknya dari kakeknya dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang maknanya), “Perintahkanlah anak-anak kalian untuk shalat ketika mereka berusia tujuh tahun, dan pukullah mereka jika mereka tidak mengerjakan shalat pada usia sepuluh tahun, dan (pada usia tersebut) pisahkanlah tempat tidur mereka.” (Hadits shahih; Shahih Ibnu Majah (5868), Sunan Abu Daud (2/162/419) lafazh hadits ini adalah riwayat Abu Daud, Ahmad (2/237/84), Hakim (1/197))

Tanda baligh bagi laki-laki dan perempuan adalah:

  1. Telah mencapai usia 15 tahun. Berdasarkan hadits tentang seorang anak laki-laki (yaitu Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhu) yang belum dizinkan ikut berperang oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam karena saat itu belum berusia 15 tahun.
  2. Telah mengalami “mimpi basah”.
  3. Tumbuh rambut pada kemaluan.
  4. Khusus bagi wanita, yaitu keluarnya darah haid dari farji.

Seorang muslim wajib mengerjakan shalat sesuai dengan tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hak tersebut dilaksanakan semaksimal kemampuan yang dimiliki. Oleh karena itu, tidak ada alasan bagi seorang muslim untuk tidak melakukan shalat ketika tidak ada udzur syar’i (misalnya: wanita yang sedang haid atau nifas). Jika seseorang mampu shalat berdiri, maka dia melakukannya sambil berdiri dengan menyempurnakan syarat sah dan rukunnya. Jika dia sakit, maka dia mengerjakannya sambil duduk. Jika tidak bisa sambil duduk, maka dilakukan sambil berbaring. Perincian mengenai hal ini insya Allah akan kita bahas pada seri-seri yang akan datang.

Maraji’:

  1. Al-Wajiz fii Fiqhis Sunnah wal Kitaabil ‘Aziiz oleh Syaikh ‘Abdul ‘Azhim Ibnu Badawi, tahun terbit 1421 H/2001 M, Mesir: Daar Ibnu Rajab.
  2. Materi Ta’lim Al-Ushul min ‘Ilmil Ushul 2008 M, Ma’had al-’Ilmi Puteri Yogyakarta.

***

Artikel muslimah.or.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar