Minggu, 31 Januari 2010

Upaya Diri Sendiri Dalam Mengelola Rasa Kecewa

1. Pandai Mensyukuri Nikmat

Hidup ini adalah kenikmatan yang tiada, segala pemberian nikmat Allah SWT diberikan kepada kita dengan gratis. Nafas yang kita hirup, panca indra, akal pikiran, mampukah kita membayarnya? Bersikaplah jujur dan obyektif, pandang dan rasakan semua itu dengan hati dan pikiran yang jernih. Allah menganugerahi kita sebagai makhluk yang paling sempurna, mengapa kita harus kecewa? Semua itu kecil, tidak ada artinya bagi kehidupan kita, kenapa kita tidak ersyukur xaja?Bersyyukur itu gampang caranya, apapun yang ada di dunia dapat membuat hati bersyukur. Dalam kecewa pun ada kebahagiaan, kenapa? Karena hati kita tidak terbuka untuk rasa syukur, dengan begitu kita akan lebih hati-hati.

2. Percaya pada Takdir

Manusia menjalani rutinitas kehidupannya sesuai dengan takdirnya, setiap makhluk memiliki takdir sendiri-sndiri yang tidak dapat diubah. Hanya Allah yang dapat mengubah. Berbahagialah karena takdir itu rahasia Allah, kita bersyukur karena kita tidak tahu berapa besar rejeki kita. Takdir merupakan salah satu rukun iman dalam agama Islam. Umat Islam belum dikatakan beriman sebelum mengakui dan percaya adanya takdir. Percaya pada takdir sama artinya dengan percaya adanya Allah, karena Allahlah yang membuat ketentuan atas takdir hamba-hambaNYA. Keyakinan bahwa Tuhan yang mengatur semua ini membuat kita tumbuh rasa percaya diri. Kita memang tidak pernah tahu apa rencana Allah, tetapi lkita yakin bahwa Allah tak pernah menganiaya hambaNYA, karena itu tidak ada tempat untuk merasa kecewa.

3. Menyikapi Perubahan secara positif

Kehidupan ini akan selalu berubah, karena pada hakikatnya hidup adalah perubahan. Kita adalah bagian dari perubahan itu, karena kita adalah bagian dari kehidupan. Kita tidak bisa menolak perubahan, setuju atau tidak perubahan akan selalu terjadi. Setiap perubahan pasti membawa dampak baik dan buruk. Dengan berpedoman pada prinsip baik dan buruk kita akan selalu mendapatkan sisi positif dari perubahan. Kita harus memiliki keyakinan bahwa setiap perubahan pasti membawa kemaslahatan bagi kehidupan manusia. Kalau kita yakin bahwa perubahan itu terjadi atas kehendakNYA, maka langkah kita yang paling baik adalah berbaik sangka terhadap perubahan. Kalau kita berbaik sangka kepada Allah, maka Allah pun akan berbaik hati kepada kita. Sebaliknya jika kita berburuk sangka kepada Allah, Allah pun akan berbuat buruk kepada kita.

3. Tidak berangan-angan terlalu tinggi

Manusia memang membutuhkan harapan dalam hidupnya, karena itu ia memiliki cita-cita. Cita-cita membuat manusia bersemangat dalam hidupnya, karena itu sebuah cita-cita hrus realistis artinya disesuaikan dengan kemampuan yang kita miliki. Kita harus dapat mengukur diri kita sendiri sebelum memutuskan, menggantungkan cita-cita di langit. Sebab tak semua harapan kita pasti menjadi kenyataan. Hiduplah secara wajar dengan cita-cita yang wajar pula, tidak terlalu tinggi juga tidak terlalu rendah. Tak heran kita sering mengalami kekecewaan, karena angan-angan tersebut tetap saja hanya angan-angan.cita-cita bukan satu-satunya sumber bahagia, tetapi sebaliknya cita-cita lebih dekat dengan rasa kecewa. Cita-cita itu diperlukan sekedar agar memiliki keberanian dan harapan akan masa depan, tetapi bukan satu-satunya cara menggapai masa depan.

5. Sering melihat ke bawah

Prang tua dulu memberi wejangan kepada anak cucunya agar dalam hidup ini selalu melihat ke bawah, artinya memperhatikan orang-orang yang hidupnya lebih menderita dari kita. Allah telah membri kita rejeki sehingga tidak sampai mengalami penderitaan seperti mereka. Banyak hikmah yang dapat kita petik dengan mengakrabi kaum Dhuafa tersebut. Orangnya sederhana dan tidak mau neko-neko.

6. Apa yang terjadi saat ini adalah yang terbaik

Adapun ungkapan yang berbunyi: urusan kita yang utama bukanlah melihat sesuatu yang samar-samar dari kejauhan, tetpai mengerjakan apa yang jelas berada di dalam genggaman tangan. Padahal belum tentu yang samara-samar itu akan menjadi miliknya,tetapi kebanyakan manusia merasa bahwa hal itu akan menjadi miliknya. Apa yang menurut kita buruk belum tentu buruk di mata Allah. Begitu pula sebaliknya. Mari kita tumbuhkan sikap mental bahwa apa yang terjadi saat ini adalah yang terbaik bagi kita. Kesedian hati kita untuk menerima apapun yang terjadi akan membawa kita kepada sikap pasrah dan tawakal. Manusia hanya mampu berusaha dan Allahlah yang menetukan. segalanya.

7. Mengambil hikmah dari suatu peristiwa

Mungkin kita semua pernah mengalami gejolak jiwa dan menuduh Allah tidak adil. Ketika kita ditimpa musibah kita menganggap Allah sudah tidak saying kepada kita. Allah tidak pernah menguji iman hambaNYA tanpa hikmah. Kita harus bersyukur menerima ujian dari Allah karena itu menandakan bahwa Allah masih memperhatikan kita. Allah menghukum kita supaya kelak kita di akhirat terbebas dari hukuman. Kalau kita ditimpa musibah, bukan berarti Allah tidak adil kepada kita. Allah adil, tetapi kita sendiri yang sering berlaku tidak adil kepada diri kita sendiri. Semua itu tergantung pada anggapan kita sendiri dalam memandang peristiwa yang menimpa diri kita bencana/ujian. Mudah-mudahan kita tidak salah memilih.

8. Menjauhkan penyakit-penyakit hati

Di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang sehat. Kesehatan tubuh sangat mempengaruhi kesehatan jiwa, begitu pula sebaliknya. Sebaliknya jiwa yang sakit akan membuka lebar-lebar pintu kesengsaraan. Di dalam diri manusia ada segumpal daging, itulah yang dinamakn hati. Hati adalah cermin, tempat segala pahala dan dosa bersatu, penyakit hati inilah suber mala petaka yang menimpa manusia. “Jagalah hati jangan kau kotori”.kalau hati kotor semua yang ada di dunia ini akan kotor. Artinya lingkungan besar pengaruhnya bagi kesehatan jiwa dan pikiran kita.

9. Ada keinginan kuat untuk selalu meredam rasa kecewa

Hidupini ditentukan oleh diri kita sendiri, bukan oleh orang lain. Nabi Muhammad SAW dan Mahatma Gandhi adalah dua manusia besar yang berhasil membentengi dirinya dari rasa kecewa. Nabi Muhammada SAW adalah manusia yang paling dapat mengendalikan nafsunya. Semua itu tergantung pada diri kita sendiri, bahkan Mahatma Gandhi memandang penderitaan sebagai kebahagiaan, karena itu ia selalu bisa tersenyum pada dunia. Kita harus punya keyakinan bahwa raa kecewa itu tidak akan pernah ada, kalau kita tidak pernah menghadirkannya di hati kita. Sekarang kita pilih, bahagia atau kecewa?

10. Kembalikan semuanya kepada Allah SWT

Puncak pengobatan yang paling mujur adalah mengembalikan semua itu pada Allah SWT. Inilah obat yang paling mujarab dan tidak ada duanya di dunia ini. Buat apa dibuat susah, buat apa dibuat kecewa? Apa yang harus dikecewakan, apa yang harus disusahkan? Toh semuanya sudah dikethaui oleh Allah SWT untuk kebahagiaan hambaNYA. Artinya marilah kita tumbuhkan satu keyakinan bahwa Allah menciptakan manusia dengan tujuan agar manusia menjadi bahagia hidupnya. Allah yang menghidupkan danAllha pula ang memberikan kematian. Manusia tidak mungkin melepaskan diri dari hokum Allah. Marilah kita menghadirkan Allah di dalam hati baik dikala bahagia maupun dikala dirundung kecewa. Dengan mengingat Allah hati akan tenteram, karena itu kita harus selalu ingat akan keberadaan Allah SWT. Dan Allah SWT adalah pengawal yang kuat atas diri kita.

Dikutip dari “SEYMA MEDIA”

1 komentar:

  1. kecewa...!!sudah barang pasti yang akan kita temui dalam langkah perjalanan hidup ini...entah saat ini..entah esok..atau yang telah berlalu..tapi memang sungguh perkara yang unik yang dimiliki oleh seorang mu'min adalah demikian.."segala urusan seorang mukmin itu baik...ketika di berikan ni'mat dia bersyukur ketika di timpa musibah dia bersabar"

    BalasHapus